Minggu, 29 Agustus 2010

Selamat Hari Raya Idul Fitri....

Kepada keluarga, rekan, dan sahabat-sahabat kami yang kebetulan membaca tulisan ini,
terutama :
1. Kak Ariati & Bulkiani (Pulau Sari, Tambang Ulang, Tanah Laut)
2. Kak Cahyati & Kak Saini (Muara Laung, Murung Raya, Kalteng)
3. Adik Sumarni & Fahmi (Purukcahu, Murung Raya)
4. Adik Sabirin Muhtar (Mangkahui, Murung Raya)
5. Kak Asikin & (Balikpapan)
6. Kak Nanang Sidik (Muara Badak Samarinda)
7. Adik Normah & M. Rudi (Muara Badak)
8. Adik Ida (Muara Badak)
9. Keluarga-keluarga yang ada di Muara Badak, Samarinda, Balikpapan, Ulu Mahakam, Muara Teweh, Purukcahu, Mangkahui, Marabahan, Banjarmasin, dll....

Kami mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri 1421 H. Mohon maaf lahir dan batin.

dari : Alipir Budiman sekeluarga

Selasa, 26 Agustus 2008

Masihkah Bertahan?

Pertanyaan ini cukup menggelitik hatiku. Apalagi barusan menghadiri Talk Show Seminar Bisnis Nasional 'Menguak Strategi dan Inspirasi Bisnis Lihan' yang membuatku sampai meneteskan air mata.
Ada beberapa hal yang menjadi persamaan antara aku dan Lihan. Pertama, aku punya niat berusaha untuk mempekerjakan para 'pencari kerja' dengan mempekerjakan banyak orang. Kedua, profit yang kami dapat bukanlah tujuan utama, melainkan hanya sebagai pengiring karena kita telah bekerja. Ketiga, aku mempercayakan usaha sepenuhnya kepada bawahan.
Hanya, ada beberapa kendala yang terkadang justru menyita banyak waktuku untuk berpikir.
Pertama, banyak dari karyawan yang bekerja tidak sesuai harapan. Mereka lebih banyak ingin menuntut hak, sementara kewajibannya terabaikan. Sebenarnya hati ini sayang terhadap karyawan, tapi hati ini juga 'menyayangkan' sikap mereka yang tidak jujur, tidak bertanggung jawab, tidak disiplin, tidak ulet dalam bekerja, serta memperlihatkan prestasi kerja yang tidak memuaskan.
Kalau sudah demikian, maka muncul pertanyaan yang jadi jadi judul tulisan ini: Masihkah bertahan?
Aku, sesungguhnya tidak sanggup mereka kehilangan pekerjaan. Tapi, aku juga tidak sanggup 'memelihara' karyawan yang bekerja seenaknya. Aku tidak ingin mengambil resiko kehilangan pelanggan karena pelayanan di warung kurang memuaskan.

Kamis, 07 Agustus 2008

Esok Jumpa Lagi

ESOK JUMPA LAGI

Kemaren kau kutunggu di ujung jalan itu
ingin cerita tentang mimpiku
kita menari riang di atas awan putih
o ya sejuknya hatiku

Duduklah di sampingku pasti senang hatimu
hari yang indah untuk bertemu
biar hanya sekejab engkau pun berlalu
o ya esok jumpa lagi

Reff :
Kemaren dan hari ini kita selalu berdua
bersama menggapai cita bersatu dan bahagia
kemaren dan hari ini hanya kau di hatiku
coba genggam tangan ini jangan ragu-ragu
kemaren dan hari ini selalu bersama


O YA YA .

Coba lihat kanan kiri, sawah gunung bukit
gemercik air mengalir wow wow...
sungguh indah pemandangan
yang membuatku senang
engkau juga senang

O ya ya ya o ya ya ya ya
kita semua gembira
O ya ya ya o ya ya ya ya
di atas bukit yang indah
kita semua senang kita semua gembira
bernyanyi lagu riang o ya ya .......


Senin, 04 Agustus 2008

Julius Sitanggang, Idola Anak-Anak

JULIUS MULAI MENGINJAK REMAJA

Judul Album : Dia & Dia
Penyanyi : Julius Sitanggang
Tahun Produksi : 1985
Produksi : Nursandie Corporation

Sukses dengan dua album solonya BALADA ANAK NELAYAN dan BALADA SI TUA serta album TABAHLAH MAMA bersama kelompok DE JOLI'S, nama JULIUS SITANGGANG makin berkibar sebagai penyanyi anak-anak terpopuler saat itu. Album ketiganya dirilis dengan judul DIA & DIA, sebuah lagu yang seperti biasa adalah lagu sedih dan menguras airmata. Album ini meledak, bahkan sempat mendapatkan penghargaan BASF AWARDS. Inilah album anak-anak Julius yang paling sukses. Album ini sekaligus album anak-anak terakhir dari Julius, karena setelah ini dia vakum dalam masa pancaroba dan muncul kembali sebagai penyanyi remaja. Hits dari album ini selain DIA & DIA adalah SEBUAH PENANTIAN.


Track List

1. DIA & DIA (Dakka Hutagalung)
2. SEBUAH PENANTIAN (Louise Komala)
3. DANAU TOBA II (Dakka Hutagalung)
4. DERITA YATIM PIATU (Ririn S.)
5. PULAU BALI (Johnny L.)
6. RESTUMU TUHAN (Johnny L.)
7. SENIMAN KECIL (Ade Putra)
8. RUMPUT LIAR (Budy HS)
9. NASIB SI BUYUNG (Teguh S.)
10. GADIS KECIL YANG MALANG (Louise Komala)



DIA & DIA

Dia Papaku
Yang dulu selalu bagai mentari
Dia Papaku Yang dulu selalu menyinari
Tapi kini dia pergi dan tak kembali


Dia Mamaku Yang dulu selalu bagai rembulan
Dia Mamaku
Yang dulu selalu menghangatkan
Tapi dia juga pergi dan tak kembali


Oh Tuhanku tolong kami
Tolong kami
tegakkan diri ini

Agar kami dapat
Kami dapat
berdiri diatas kaki lemah ini


Oh Tuhanku tolong kami
Tolong kami
beri damai hati ini

Agar kami dapat singkirkan duka ini


Minggu, 03 Agustus 2008

Julius Sitanggang, Idola Anak-Anak

DUH, JULIUS SITANGGANG, LAGU-LAGUMU INDAH

Judul Album : Balada Si Tua
Penyanyi : Julius Sitanggang
Tahun Produksi : 1984
Produksi : Nursandie Corporation

Mereka yang mengalami masa kanak-kanak di tahun 80an rasanya semuanya mengenal nama JULIUS SITANGGANG. Suaranya yang khas dan lagu-lagunya yang kebanyakan 'menyayat' memang langsung disukai tidak hanya oleh anak-anak tapi juga orang dewasa. Album BALADA SI TUA ini adalah album kedua, sekaligus album yang mengangkat namanya ke jenjang popularitas paling tinggi. Hampir semua lagu di album ini familiar di telinga anak-anak masa itu, tapi hits besarnya adalah lagu DANAU TOBA, KENYATAAN HIDUP dan BALADA SI TUA. Di album ini Julius juga didukung oleh saudara-saudaranya yang tergabung dalam kelompok vokal De JOLIS yaitu RANTO, FERNANDO dan DAVID.


Track List

1. KENYATAAN HIDUP (Louise Komala)
2. BALADA SI TUA (Monche Tambunan)
3. DANAU TOBA (Dakka Hutagalung) feat. De Jolis
4. TUNA NETRA (Ririn S.)
5. MAMA (Dakka Hutagalung)
6. LEGENDA LAMA (Monche Tambunan)
7. DOA UNTUKMU KAWAN (Ny. Sitanggang & JPS)
8. BOBY (Ina Hermina)
9. PANGGILAN RINDU (F. Manang Kalangi)
10. ANGAN DAN KERINDUAN (Rico Gerrit M.)
11. DERITA ANAK PENGEMIS (Ririn S. & Mulyadi)

KENYATAAN HIDUP

Baju rombeng dan topi tuanya
menutup tubuh kecil dan kurus
kulit yang hitam berdaki terbakar mentari
sedang matanya sayu tak bersinar

Ia slalu duduk di emper jalanan
mengharap belas kasih sesamanya
tak jarang ia dihina juga dicela
sering pula direjam oleh lapar

Reff :
Bocah malang tlah lahir terlunta-lunta
hendak meratap kini pada siapa
ibu bapak tak pasti dimana mereka
apakah ini nasib hidup di dunia

Airmata mungkin tlah tiada
kini terbenam oleh penderitaan
tawapun kini tak lagi pernah berderai
terbenam duka dan luka di hati


BALADA SI TUA

Tersendat-sendat langkahnya si tua
menyusuri lorong di ibukota
mencari anaknya yang lama terpisah
membawa rindu dari ujung desa

Setiap tempat yang ia lalui
tak lelah bibirnya untuk bertanya
ke wisma yang megah ke gubug yang tua
tapi anaknya tak bertemu jua

Reff :
Bertahun dia berkelana
tubuhnya yang lemah smakin renta
kembali ke desa tak berguna
sawah dan ladang sudah tak punya

Betapa malangnya nasib si tua
terlunta di kota metropolitan
anak tak berjumpa jadilah dia
pengemis di pinggiran jalan

Setiap saat si tua berdoa
bertemu anaknya sebelum mati
tak pernah terduga anaknya tlah pergi
menanti dirinya di pintu surga

DANAU TOBA

Di negeriku Indonesia ada satu danau yang permai
yang terluas di dunia
kebanggaan seluruh bangsa

Reff :
Oh Danau Toba ... Danau Toba
Danau indah dan permai
Danau Toba ... Danau Toba
Tiada banding di dunia

Di tengahnya ada pulau
pulau subuh Pulau Samosir
Aku bangga, ku bahagia
karena kulahir di sana

Kembali ke reff.

Pulau subur, danau indah
kau tak akan kulupa
dalam lagu, dalam kalbu
kau yang slalu kurindu ... kurindu ... kurindu !

TUNA NETRA
MAMA
LEGENDA LAMA

DOA UNTUK KAWAN

Ketika surya turun hendak bermalam
dan bercumbu dengan lautan biru
camarpun pergi membawa nyanyian rindu
dari hati seorang nelayan tua

Tatkala angin lalu datang menyapa
dan memberi salam "selamat malam"
iapun lalu mengucap sepotong doa
untuk anaknya yang tinggal di kota

Kembalilah pulang anakku sayang
ibumu, adikmu, menantimu
kembalilah pulang anakku sayang
ombak pun rindu pada kidung malammu

Sudahkah kau jumpai yang engkau cari
kehidupan bahagia di sana
ataukah hanya impian yang kau temukan
kembalilah kami menunggumu.



Selasa, 03 Juni 2008

Mengubah Mimpi Jadi Nyata

MENGUBAH MIMPI JADI NYATA
(Perjalanan Seorang Guru)


Apa yang kutulis dengan judul ���Mengubah Mimpi Menjadi Nyata��� ini sebenarnya masih belum pantas, karena aku bukanlah seorang yang sudah sukses besar seperti orang kebanyakan. Tapi setidaknya, sukses yang kumaksud disini adalah sukses hidup tanpa pernah memakai gaji sebagai seorang guru. Malah dengan gaji tersebut, uang yang kudapat semakin berlipat.

Tulisan inipun dibuat bukan sebagai suatu kesombongan karena menganggap diri telah berhasil dalam mendapatkan apa yang diinginkan, tapi lebih bersifat memberikan sumbangan pengalaman bagi mereka yang ingin mengikuti jejak cara mendapatkan kesuksesan. Bukankah impian setiap guru bisa mendapatkan gaji yang bisa mencapai puluhan kali lipat gaji yang diperoleh setiap bulan.

Perjalanan hidupku, mungkin sangat berbeda dengan pengalaman hidup orang lain. Apa yang kualami, mungkin tidak pernah dialami oleh orang lain. Karenanya, inilah pengalamanku, yang menjadi bahan pengalaman untuk orang lain.


Sejak Kecil Berjiwa Bisnis

Jiwa bisnis memang seakan sudah menjadi darah daging dalam keluarga kami. Orangtuaku sejak aku kecil sudah berdagang pakaian. Pada waktu itu di desa kelahiranku bisa dihitung dengan jari orang yang berjualan. Kebanyakan pekerjaan yang digeluti oleh penduduk kampung adalah bertani.

Mama, banyak berperan dalam dagangan ini. Beliau mengatakan, bahwa walau tidak bertani, tetapi tetap bisa mendapatkan beras. Kalau para petani ingin mendapatkan beras, maka mereka harus banting tulang memeras keringat bekerja di ladang, dari menanam padi sampai memetik buahnya. Sebaliknya, mama, hanya dengan melayani pembeli ���tanpa harus mengeluarkan keringat���bisa mendapatkan uang. Dengan uang tersebut digunakan untuk membeli beras.
Tidak ada pekerjaan yang lebih mudah selain berdagang, begitu kata mama waktu itu.

Mama juga mengajariku untuk berdagang. Mulai dari menjual es keliling kampung, menjual gulali, menjual makanan ringan yang dijual di sekolah sewaktu istirahat. Semuanya kulakoni dengan senang hati. Betapa senang bisa mendapatkan keuntungan sebesar 20 % dari modal.

Juru Foto Amatir

Lulus Sekolah Dasar di desa, aku melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah Negeri yang ada di ibukota kabupaten Barito Utara, yakni Muara Teweh.

Setiap kali pulang kampung, aku melakoni bisnis baru, jadi tukang foto amatir. Berbekal hobi memotret, aku mulai menjadikan hobi ini sebagai ladang bisnis. Aku keliling kampung menenteng tustel dan menjajakan jasa foto. Cuci cetak foto kubawa ke Muara Teweh dan hasilnya kukirimkan lewat kapal tujuan Mangkahui.


Bakat Menulis

Tanpa kusadari, ketika di Muara Teweh, aku telah kehilangan jiwa bisnis yang kumiliki sejak kecil. Di kota ini, kami belajar mandiri dengan tujuan utama belajar.

Memang aku sukses dalam belajar. Buktinya, aku selalu meraih ranking pertama kelas satu dan kelas dua. Kelas tiga, sebenarnya kuakui aku yang juara pertama, tapi karena wali kelasku pilih kasih dengan seorang rival beratku, aku ditaruh sebagai juara dua. Wali kelasku itu tinggal di rumah teman yang sekaligus menjadi rivalku meraih gelar juara, karenanya, mungkin telah termakan budi baik orang tua temanku itu, sehingga temanku yang menjadi juara pertama.

Tapi ada satu hal yang mengalami kemajuan dalam hidupku. Aku mulai mengenal dunia tulis menulis. Aku sering membaca Banjarmasin Post, Majalah Ananda, Majalah Bobo, Anita Cemerlang, Majalah Ria Film dan sebagainya.

Berbekal pengalaman membaca dan selalu membaca, aku mulai berpikir untuk membuat suatu karya yang bisa dibaca oleh banyak orang.
Karenanya, timbullah bakatku untuk menulis. Seperti kebanyakan orang, aku mulai membuat puisi sebagai kegiatan menulis pertamaku. Apa saja perasaan dalam hati, disalurkan lewat puisi. Puisi pertamaku muncul di Rubrik Dahaga Banjarmasin Post.

Selain menulis puisi, aku juga penyuka cerpen. Aku begitu salut dengan cerpen karya Zara Zettira, Gus TF Sakai, Adek Alwi, yang hampir setiap penerbitan Anita Cemerlang, cerpen mereka selalu dimuat. Di Anita Cemerlang, ada beberapa cerpenis yang berasal dari Banjarmasin, yaitu Nanny S, Lan Fang, dan Rudi Setyawan. Aku begitu mengagumi karya mereka, khususnya karya Lan Fang, yang begitu menggugah semangatku untuk ikut menulis cerpen. Aku mulai berpikir, bahwa aku juga bisa seperti mereka.

Aku mulai menulis cerpen. Cerpen pertamaku ���Cintaku Tumbuh di Pantai Gosong��� selesai ditulis, dan aku sungguh bahagia. Tetapi sayang, tak ada satupun penerbit yang menerbitkannya. Bulan demi bulan selalu kunanti pemuatannya, namun tak kunjung tiba. Aku masih berharap, bahwa cerpenku masih diseleksi redaksi.

Tetapi tidak pernah terbersit muncul rasa putus asa. Malah cerpenku semakin banyak kutelorkan. Kucoba pula menulis cerita mini yang kusesuaikan dengan isi Majalah Ananda. Alhamdulillah, cerita mini pertamaku ���Gara-gara Ngintip��� dimuat di Majalah Ananda terbitan Jakarta. Itupun setelah berbulan-bulan aku meneliti setiap penerbitan Ananda, kalau-kalau ada naskahku yang dimuat. Disaat aku bosan meneliti tulisanku, di saat itulah tulisanku dimuat. Sesudah itu, cerita miniku hampir setiap minggu kukirim ke Ananda. Beruntung, beberapa diantaranya dalam tempo yang tidak terlalu lama sering menghiasi Majalah Ananda.


Menginjak bangku SMA, aku pindah ke Banjarmasin. Di sini, bakat kepenyairanku semakin memancar, sampai aku kuliah di Universitas Lambungmangkurat. Tulisanku tidak terbatas hanya di Majalah Ananda saja, tetapi semakin meluas. Di koran terbitan Banjarmasin saja, aku mulai rutin menulis di Banjarmasin Post, Dinamika Berita, dan Media Masyarakat. Sedang di media massa di luar Banjarmasin, aku menulis di SKM Simponi (Jakarta), Sinar Pagi Minggu (Jakarta), Surya (Surabaya), dan Jawa Pos (Surabaya). Selain menulis puisi, aku juga menulis esai sastra, cerpen, artikel populer, dan lain-lain. Aku juga turut membidani lahirnya majalah mahasiswa ���Suluh Pendidikan��� FKIP Unlam.Di kalangan mahasiswa, aku dikenal sebagai penulis muda.
Dari hasil menulis, aku bisa menikmati hasilnya untuk biaya jajan, meski waktu itu koran Banjarmasin belum memberikan imbalan yang memuaskan.


Suka Teater dan Puisi

Selain menulis di media massa, aku juga suka bermain teater. Selama aktif dalam kegiatan Taman Budaya, beberapa kali aku bersama grup teaterku manggung di Taman Budaya. Berkat teater itu pula aku kenal dengan banyak tokoh, seperti Ajamuddin Tifani, Nor Aini Cahya Khairani, YS Agus Suseno, Rudy Karno, Tajuddin Noor Ganie, Hijaz Yamani. Enak sekali rasanya kenal dan dikenal banyak orang.

Teater kami, waktu itu aku ikut Sanggar Sesaji / Mariam Plus, pernah terpilih sebagai Teater Terbaik se-Kalimantan Selatan. Waktu itu kami membawakan naskah absurd berjudul ���Aduh��� karya Putu Wijaya dengan sutradara Rudy Karno.

Pengetikan Komputer

Selain menulis, aku juga menerima pengetikan komputer. Tujuanku, selain untuk menjadikan sebagai sarana mendapatkan uang, aku juga mengasah kemampuanku menulis. Untuk menulis, prinsipku, harus banyak membaca karangan orang lain agar kita semakin kaya dengan kata-kata dan ungkapan.

Mencari uang rupanya telah menjadi tujuan bagiku. Apapun bisa dijadikan uang. Dan hal yang lebih berharga bisa didapat dari pengetikan komputer, bahwa aku bisa jadi sekretaris di perusahaan mana saja. Selain mengetik skripsi para mahasiswa, tugas para pelajar, aku juga turut menyusun Rancangan Anggaran Biaya untuk beberapa perusahaan yang bergerak dalam bidang kelistrikan, jalanan, batubara, dan lain-lain. Aku mengenal beragam proposal, dan kadang-kadang hapal dengan polanya. Aku bekerja siang dan malam untuk menyelesaikan tender yang tinggal menunggu hari H-nya. Dan yang lebih mengesankan, bahwa yang menyusun Rencana Anggaran Biaya itu sepenuhnya diserahkan kepadaku.

Jelas sekali, bahwa ilmu itu tidak diperoleh tanpa dipraktekkan. Komputer pun dengan sendirinya telah menjelma menjadi kawan yang tak terpisahkan dalam keseharianku.

Menjadi Guru Honor dan Membuka Les Privat

Seiring dengan perjalanan waktu, kuliahku sudah mulai berjalan beberapa semester. Aku melamar untuk menjadi guru honor, dan diterima di SMK Bina Banua Banjarmasin.
Selain sebagai guru honor, aku mulai usaha baru lagi, yakni memberikan les privat ke rumah-rumah. Bagaimanapun, uang kuliahku harus bisa kembali. Jadilah, aku sibuk dengan les privat baik itu matematika maupun komputer.

Bimbingan Belajar

Bosan dengan les privat, aku berniat membuka sendiri bimbingan belajar. Jika dikelola secara profesional, rasanya tidak kalah dengan bimbingan belajar lain yang sudah ada. Di dekat lokasi bimbingan belajarku, sudah ada beberapa bimbingan belajar, diantaranya Young Generation dan Gamma Plus. Tapi soal fasilitas, kedua bimbingan belajar itu tidak prosefional. Rasanya mereka masih menjual jasa bimbingan itu seadanya. Kursi kayu, papan tulis yang sudah kusam, rasanya tidak layak untuk dijual mahal.

Aku mulai membuka usaha ini pada tahun 2002 dengan niat memberikan yang terbaik buat siswa. Harga yang mahal bagi orangtua murid tentu akan sebanding bila kita memberikan layanan yang memuaskan. Salah satunya adalah fasilitas.

Untuk itu aku menyediakan kursi lipat kuliah bermerk ���Chitose��� untuk anak-anak (wah... anak-anak duduk di atas kualitas). Papan tulis menggunakan white board. Di setiap ruangan diberi kipas angin. Kamar-kamar tidur disulap jadi ruang belajar.

Materi pelajaran yang dibuka adalah Sempoa, Matematika, dan Bahasa Inggris. Ternyata ketiga mata pelajaran ini banyak sekali peminatnya, karena sesuai dengan selera orangtua yang ingin anaknya menguasai materi dalam bidang ini. Sedang untuk pelajaran IPA, IPS, dan yang lainnya, bisa mereka kuasai sendiri dengan membaca buku di rumah. Sementara Matematika dan Bahasa Inggris, mereka butuh tutor yang bisa mengajari anak mereka.

Bimbingan ini berjalan dua tahun, mengumpulkan murid lebih dari seratus setiap semester. Income yang didapat dari bimbingan belajar ini adalah sekitar 1,5 juta perbulan sudah dipotong gaji para guru.

Ayam Goreng Tepung Tunjung Maya

Untuk menambah penghasilan selain dari gaji dan bimbingan belajar, aku bersama isteriku membuka usaha baru dalam bidang makanan. Kami membuka Kedai Ayam Goreng Tepung Tunjung Maya di Gambut pada tanggal 6 Februari 2003. Sebelumnya kami telah survei, bahwa di daerah tersebut hanya ada satu warung yang berjualan ayam goreng tepung. Itupun rasanya kurang enak.

Rencanaku, apabila sudah berhasil nanti, warung itu hanya dijaga oleh anak buah, dan isteriku hanya menjadi pengawas di situ. Sementara aku, tetap mengelola bimbingan belajar.
Tetapi rencana ini kurang berhasil. Usaha ayam goreng tepung kami tidak diminati masyarakat. Dalam sehari, hanya bisa dihitung dengan jari orang yang membeli ayam goreng kami, itupun masyarakat di sekitar Gambut saja yang membeli. Padahal, sasaran kami buka usaha ini, bukan masyarakat Gambut, melainkan orang yang setiap hari lalu lalang melewati jalan A. Yani Gambut.

Ayam goreng tepung yang kami kelola hanya bertahan dua bulan. Saatnya memikirkan apa yang disukai masyarakat terhadap masakan di Gambut.

Warung Nasi Barokah

Gagal di Ayam Goreng Tepung, kami membuka usaha nasi bungkus dengan menu itik. Menu itik ini tampaknya seolah menjadi ciri khas kota Gambut. Di sepanjang jalan tempat kami berjualan, semuanya berjualan dengan menu itik. Dengan terpaksa, kami mengikuti kemauan itu, dengan ikut-ikutan menjual nasi itik.

Mula-mula, terasa sangat sepi. Nasi yang hanya kami bungkus beberapa bungkus itu tidak laku-laku. Tampaknya, tidak ada orang yang melirik warung kami. Setiap orang mau singgah, selalu melihat ke warung Kamilia, warung tetangga, yang notabene sudah sejak lama berjualan.
Seharian kami berjualan, lakunya terkadang hanya 6 bungkus. Sementara warung tetangga selalu berjubel dengan pembeli. Melihat keadaan ini, rasanya hampir putus asa untuk berjualan.

Bimbingan Belajar Bubar

Sebenarnya, berjualan ini menjadi tugas isteriku. Sedang aku, terus mengelola bimbingan belajar. Tapi, karena warung masih dalam keadaan sepi, akhirnya aku yang selalu turun tangan bekerja di warung. Kami tidak punya anak buah, karena tiada biaya untuk membayar upahnya. Untuk mengembalikan modal saja rasanya tidak bisa.

Akhirnya, bimbingan belajar kuserahkan kepada adikku. Tapi tak lama kemudian, adikku menikah sehingga tidak ada lagi yang mengelola bimbingan belajar. Selain itu tempatnya dipakai oleh adikku yang sudah menikah. Dengan terpaksa, akhirnya bimbingan belajar itu ditutup meski menimbulkan banyak tanda tanya bagi orangtua murid. Mereka sebenarnya kerasan mendidik anaknya pada bimbingan belajar kami, karena menurut mereka, perkembangan pendidikan anaknya tampak semakin maju.

Mulai Ada Harapan

Memasuki bulan ketujuh berjualan, tampak ada sepercik harapan bahwa masakan nasi itik kami mulai disukai orang. Itu sudah melegakan hati kami. Komitmen kami, bila sampai enam bulan berjualan tidak menunjukkan hasil yang menggembirakan, kami akan hengkang dari Gambut. Ternyata, di saat-saat kami hampir putus asa, Allah menganugerahkan rahmatnya pada kami.
Semula kami hanya menghabiskan satu liter nasi sehari, meningkat menjadi 3 liter, 5 liter, 8 liter, 10 liter, 12 liter, 15 liter, 18 liter, 20 liter, 25 liter, 30 liter, sampai 40 liter sehari. Inilah anugerah Allah yang terindah pada kami.

Kami tidak lagi minder dengan tetangga. Kami bisa berdiri dengan kepala tegak. Dengan berkah berjualan ini, rezeki kami menjadi bertambah. Kami bisa membeli sepeda motor Shogun 125R, membeli motor Supra X125D, komputer terbaik, handycam, bahkan bisa membeli mobil baru jenis pickup. Selain itu kami bisa menabung untuk tabungan haji, juga bisa memberikan tabungan untuk anak. Selain itu, tabungan umum kamipun berpuluh-puluh juta.

Rasanya, diantara guru-guru di Gambut, akulah yang paling beruntung. Mencari uang setengah juta hanya cukup sehari berjualan. Gajiku sebagai guru terganti hanya dengan tiga hari berjualan. Bukankah itu adalah anugerah terindah.

Rasanya Allah betul-betul menyayangi kami sekeluarga. Makan di KFC, Texas, CFC, atau rumah makan mewah lainnya, rasanya tak perlu takut kehabisan uang. Uangpun tak perlu dikapling-kapling.

Sedih rasanya melihat teman-teman guru yang gajinya cukup sebulan. Mau menabung haji, rasanya tak mungkin. Beli mobil, ah itu hanya impian.

Kini Tuhan mengubah impian kami menjadi kenyataan. Meski warung kami tidak terlalu laris seperti orang, tapi rasanya sudah cukup bagi kami.

Kami juga menikmati jerih payah kami dengan berlibur ke Pulau Jawa.


Warung Buka Cabang

Tekadku untuk menambah ���mesin cetak uang��� dengan membuka cabang baru semakin kuat. Secara tidak sengaja, aku membaca iklan baris di sebuah suratkabar yang mengontrakkan tanah tidak jauh dari rumah.

Dengan tekad bulat aku bersama istri memberanikan diri mengontrak tanah tersebut seharga Rp. 36 juta dengan masa sewa dua tahun. Biaya pembuatan warung pun memakan biaya tidak kurang dari Rp. 50 juta. Selain itu untuk perlengkapan dagang juga diperlukan biaya sekitar Rp. 15 juta.

Uang sebanyak itu tentu saja kami tidak punya. Kami hanya punya tabungan sebesar Rp. 35 juta. Bersyukur, ibuku meminjami uang Rp. 10 juta. Perhiasan istrikupun terpaksa dijual senilai Rp. 10 juta. Aku juga ngutang di koperasi sekolah senilai Rp. 2 juta.

Memang, kami masih punya simpanan lain senilai Rp. 20 juta. Tapi itu telah kami niatkan untuk menunaikan ibadah haji yang sudah menjadi tujuan kami berjualan.

Tekad kami sudah bulat. Cabang baru Nasi Itik Gambut akan segera kami buka. Untung atau rugi itu sudah jadi resiko yang harus kami tanggung. Meskipun begitu, terbersit harapan, mudahan warung makan yang akan kami buka ini lebih baik dari warung makan sebelumnya.
Pangsa pasar kami pun bukan kelas menengah sedang dan menengah ke bawah seperti yang ada di Gambut, tapi dikhususkan untuk kelas menengah sedang, dan syukur kalau ada kelas menengah ke atas. Saingan terdekat kami dengan harga yang nyaris sama adalah Rumah Makan Bungo Tanjuang.

Tepat hari Kamis, 10 Agustus 2006, cabang baru Nasi Itik Gambut mulai beroperasi. Rasa ketar-ketir mulai bermunculan, jangan-jangan masakan kami tidak diterima pasar, padahal kami sudah merekrut 6 orang tenaga baru. Kekhawatiran itu ternyata tidak muncul sama sekali, justru harapan untuk tampil lebih baik semakin memberi harapan baru. Warung baru itu ternyata langsung diserbu pembeli, sehingga hari pertama berjualan, kami kalang-kabut untuk menyediakan kebutuhan makanan di warung.

Ini adalah permulaan yang sungguh membahagiakan. Semua masakan yang kami jual ludes semua diserbu pembeli. Sejak hari itu, kami merasa bahwa warung kami telah langsung diperhitungkan orang sebagai salah satu kompetitor bagi rumah makan yang ada di sekitarnya.
Sekitar sebulan berlalu, kondisi pembeli masih saat seperti kami pertama kali buka. Beras yang dimasak tidak pernah kurang dari 65 liter, bahkan mencapai 98 liter. Suatu angka yang fantastis bagi sebuah warung kecil. Dalam sehari, rata-rata omset yang kami terima sebesar Rp. 4 ��� 5 juta.

Awalnya Sibuk

Awal dibukanya cabang ke-2 Warung Barokah, kami sibuknya bukan main. Baru punya 2 cabang, sudah hampir kewalahan menyediakan masakan. Kami pun harus merekrut beberapa tenaga baru hingga jumlah seluruh karyawan kami ada 20 orang.

Ternyata hanya memang awal-awal buka cabang yang sibuk. Setelah itu, kami lebih banyak santai, meski tidur kadang agak kurang.

Setelah hampir 2 bulan sudah berjualan, kami mulai mencicil utang-utang kami. Utang dengan koperasi sudah lunas (2 juta), utang dengan mama pun sudah dilunasi (10 juta), kami bisa menambah masa sewa warung satu tahun lagi (18 juta), kami pun bisa menabung kembali untuk tabungan umum dan tabungan haji.

Punya Niat Buka Cabang

Kami pun masih menyisakan keinginan lagi, yakni untuk kembali membuka cabang baru dengan menu ikan bakar.

WBG 1 Tergusur

Belum kelar keinginan untuk membuka cabang baru, WBG 1 yang berlokasi di Samping kiri Kompleks Luthfia Km 14 Gambut malah kena gusur. Akhirnya, tanggal 22 Januari 2007, WBG 1 dibongkar, dan sebagai gantinya, kami menyewa rumah toko yang terletak tidak jauh dari WBG 1. Warung baru ini kami beri nama WBG 3 dan mulai buka tanggal 24 Januari 2007.

Lokasi baru yang kami sewa 17 juta setahun ini berdampingan dengan Warung Tenda Biru yang terkenal laris manis itu. Memilih lokasi itu, berarti harus bersiap-siap ���makan hati��� seandainya nanti suasananya tidak seperti yang dibayangkan, dalam artian sepi dari pembeli.

Warung Tenda Biru juga ikut tergusur. Karenanya, mereka butuh waktu 15 hari untuk membangun warung baru lagi. Nah, selama mereka tutup, maka warung kami yang menjadi pilihan untuk menikmati nasi itik gambut. Selama 15 hari itu mulai tanggal 24 Januari 2007, kami mampu menjual hingga 150 liter per hari.

Masa Sulit Lagi

Bayang-bayang kelam rasanya mendekati kenyataan ketika tanggal 6 Februari 2007, Warung Tenda Biru milik Alap yang kini menjadi tetangga kami mulai buka. Warung itu segera saja diserbu pembeli, sementara warung kami perlahan-lahan mulai sepi.
Tuhan telah menguji kesabaran kami kali ini. Apakah kami cukup sabar untuk melewati masa sulit ini? Hanya kami punya keyakinan, suatu saat nanti, warung kami pasti akan menjadi pesaing warung lain.

Semakin hari WBG 1 lokasi baru semakin merosot omsetnya. Kalau biasanya setiap hari bisa mengantongi omset 2 ��� 2,5 juta lebih, sekarang, mencari satu juta pun rasanya sulit. Nasi yang dimasak setiap hari selalu berkurang. Kalau biasanya WBG 1 menghabiskan beras rata-rata 50 liter sehari, sekarang tinggal 30 liter. Bahkan ada yang hanya masak 20 liter. Itupun terkadang tidak habis.

Menyedihkan memang. Memandang wajah orang-orang yang tertawa penuh kemenangan, seakan menertawakan kekalahan kami. Satu hal yang harus kami lakukan, kami harus tabah dengan keadaan ini.

Berdoa saja, bahwa suatu waktu, kami bisa berdiri dengan kepala tegak. Berjalan tanpa harus menunduk malu. Tuhan betul-betul sedang menguji kami, seperti pertama kali kami merintis WBG. Kami terus berdoa, sambil berusaha, mencari upaya agar warung kami dilirik orang. Tentu saja bukan upaya yang dapat merugikan warung lain.

Selama hampir sebulan ini berjualan di WBG 1 lokasi baru, belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Bahkan kalau bisa disebut, kadang-kadang kami mengalami kerugian. Kami tidak mendapatkan apa-apa dari hasil jualan itu. Hanya WBG 2 yang saat ini menyuplai pendapatan di WBG 1.

WBG 1 Buka Lagi

Setelah tergusur habis, maka WBG 1 mulai dibangun kembali dengan total dana yang disediakan kurang lebih 10 juta untuk pembangunannya.

Dengan desain yang cukup bagus untuk sebuah warung, WBG 1 hadir kembali menyemarakkan Gambut. Tetapi omset yang diterima jauh sekali dari sebelum digusur. Dengan beras yang dimasak sekitar 40-50 liter, uang yang diterima sekitar 2-2,5 juta. Tapi kini, WBG 1 hanya mendapatkan inkam sebesar 1 juta saja.

Lalu, WBG yang baru dikontrak itu berubah nama menjadi WBG 3. Memasuki bulan ketiga, ada perkembangan yang cukup berarti di WBG 3, omset kami perlahan-lahan merangkak naik menjadi 1,5 - 2 jutaan.

Ini merupakan buah dari ketabahan dan kesabaran kami menghadapi tekanan dari warung lain.

Berangkat Umrah

Untuk menikmati jerih payah selama ini sekaligus menghadiahkan orangtua, kami pergi melaksanakan umrah ke Tanah Suci. Biaya yang kami keluarkan untuk pergi Umrah sekitar Rp. 60 juta untuk empat orang, plus biaya belanja sekitar Rp. 8 juta

Sementara untuk mertua sudah didaftarkan sebagai calon jamaah haji termasuk kami suami istri. Insya Allah bila mempunyai kecukupan uang nanti, mertua akan kami berangkatkan haji lewat jalur Haji Plus, tentu saja bersama kami.

WBG 4 S. Parman Buka

Niat untuk melebarkan sayap Nasi Itik Gambut terlaksana. Kami mengontrak sebuah rumah di kawasan S. Parman dengan nilai kontrak Rp. 55 juta pertahun. Biaya pengadaan alat dan bahan untuk warung ini menghabiskan biaya Rp. 25 juta. Total biaya yang kami keluarkan sekitar Rp. 80 juta.

Warung ini buka Kamis, 21 Juni 2007, tetapi kurang mendapat respons dari pembeli di kawasan S. Parman Kayutangi. Hari pertama buka, hanya menghabiskan beras sekitar 8 liter. Hari kedua, 10 liter. Hari ketiga, 15 liter. Hari keempat, 16 liter. Hari kelima, 20 liter. Meski tidak semeriah waktu WBG 2 buka, tetapi kami mempunyai keyakinan, bahwa Nasi Itik Gambut akan menjadi pesaing bagi Warung Nasi Kuning Cempaka dan Warung Rahmat Andalas Pasar Lama yang berjarak hanya sekitar 400 meter dari WBG.

Tidak Ada Perkembangan

Hingga memasuki bulan ketiga, WBG 4 belum menunjukkan perkembangan. Omset yang diharapkan sekitar 3-4 juta perhari harus ditelan kenyataan pahit. Omset yang didapat selalu di bawah sejuta, hanya dua tiga kali dalam sebulan omsetnya mencapai 1 juta. Omset seperti itu hanya mampu membayar gaji karyawan, sementara listrik dan air masih disuplai profit WBG 2.
Memang ada kekecewaan dibalik kegagalan itu. Tapi, kami sudah siap dengan resiko itu, sehingga kami tidak merasa sedih. Yang kami pikirkan, bagaimana omset di WBG 4 bisa meningkat, itu saja. Selama beberapa bulan ini akan terus kami perbaiki, dan deadlinenya 2 bulan mendatang. Kalau sampai pada bulan keenam, WBG 4 tidak menunjukkan perkembangan, maka kami akan hengkang dari S. Parman.

WBG 4 Sekarat

Tampaknya, WBG 4 di Jalan S. Parman semakin bertambah payah. Lima bulan telah berlalu, omset tidak pernah meningkat, dan bahkan cenderung menurun. Apa yang terjadi sebenarnya di WBG ini? Kalau alasannya karena tempat parkir yang susah, kenapa warung makan lain masih banyak yang parkirnya susah sekali tetapi masih dikerubuti orang?

Satu pemandangan yang sangat kontras. Malam sabtu atau malam minggu, WBG seperti dianggap tak ada sama sekali. Sementara semua warung atau rumah makan di S. Parman dan Hasan Basri selalu dijejali oleh pengunjung. Mulai dari warung Mi Adul, Cempaka, Presto Solo, dan lain-lain selalu sesak. Bahkan, warung Agus yang remang-remang karena hanya diterangi dua buah lampu neon ukuran 20 watt itu parkirnya berjejer panjang sekali. Kenapa ini? Ada apa dengan WBG?

Kuakui, bahwa WBG 4 semakin sekarat. Karyawan yang beberapa orang sudah tampak gelisah, padahal gaji mereka tetap dibayar penuh. Kesepian yang teramat sangat membuat mereka semakin merasa resah dan tak betah. Sudah dua-tiga orang karyawan yang mundur karena tidak sanggup menjadi manusia bisu di situ. Satu sama lain tidak punya teman bicara lagi.
Aku dan istriku mendeadline, bahwa apabila sampai akhir Desember ini WBG 4 tidak menunjukkan perubahan, maka dengan terpaksa kami harus angkat kaki dan menggulung tikar untuk berhenti berjualan di situ, meski dasar hatiku masih berat melepas WBG 4. Aku masih penasaran dengan pertanyaan ���Ada apa dengan WBG 4 sehingga sedemikian sekaratnya���.
Hal pertama yang mulai aku teliti, pasaran S. Parman dan Kayutangi tampaknya didominasi anak muda. Mungkin menu andalan kami kurang cocok dengan mereka. Image mereka tentang itik tidak begitu baik. Mungkin nasi itik yang terkenal di Gambut tidak menarik perhatian mereka.

Hal pertama juga yang mulai aku ubah adalah menu makanan. Nasi itik dengan andalan masak habang tidak lagi dijual, dan kini diganti dengan menu ayam dan itik bakar/goreng. Kompetitor pertama yang kuteliti adalah Ayam Bakar Wong Solo. Paket Ayam Bakar Wong Solo seharga Rp. 12 ribu dengan paket nasi, ayam bakar, lalapan terdiri dari tahu, tempe, terong balado, timun, dan kemangi. Sementara paket ayam bakar bila ditambah dengan sayur asem harganya menjadi Rp. 17.500. Ayam goreng Sedulur seharga Rp. 10.000 perporsi, sementara Ayam Goreng Pak Edy seharga Rp. 12.000. Ayam Goreng Presto Solo seharga Rp. 12.000.

WBG 4 kuganti namanya menjadi Ayam Bakar Ali. Harga paket ayamnya hanya Rp. 10 ribu saja yang isinya nasi, ayam bakar, lalapan: tahu, timun, kol, terong, dan kemangi, serta kuah sop.
Aku masih berharap dan bermimpi WBG 4 dan kini namanya Ayam Bakar Ali akan menjadi rumah makan yang diperhitungkan di bilangan S. Parman. Aku ingin membuktikan bahwa orang jangan main-main dengan kami.

Aku merindukan bahwa WBG 4 akan seperti Ayam Goreng Cempaka atau pun Presto Solo. Segalanya bukan tidak mungkin, kalau kita mau berusaha dan berdoa. Aku yakin, Allah akan menunjukkan jalan terbaiknya buat kami.

Jumat, 11 April 2008

Nama-nama Teman

KELAS 6 SD INPRES MANGKAHUI TAHUN 1984
Miswati (Imis)
Mastitih (Titih)
Diatul Nikmah (Nikmah)
Jainatul Aimah (Ijai)
Nurdin (Nurdin)
Nuriati (Nuri)
Siti Halipah (Lipah)
Ruswati (alm)
Supiansyah (Upe)
Hartano (Tano)
Sahrin (Sahrin)

SAAT DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI MUARA TEWEH KALTENG :
Ahmad Sairi - Muara Tuhup
Muhammad Mukminin - Muara Tuhup
Bakti Tawaddin - Muara Teweh
Barkoni (Aco)
Budiansyah
Fakhri Fauzi
Fakhrial Fuadi
Irwansyah
Nurhidayati

SAAT DI SMA NEGERI 1 MUARA TEWEH :
Netty Supriyati
Mispuah Jainatul Rahmah
Yulius Hariyanto
Herly Saliter Gaman
Danen
Delmi
Eksi Winarsi
Eri Laisumena
Penta Priwati
Antonius
Alis Rahmawati
Ameng


SAAT DI SEKOLAH PEMBANTU AHLI GIZI (SPAG) BANJARMASIN TAHUN 1990 :
Erminawati