Rabu, 06 Februari 2008

Lebih Dekat dengan Ali

Semasa mahasiswa, banyak yang mengenal sosok yang satu ini sebagai seorang penulis di media massa. Tulisannya sering menghiasi halaman opini Banjarmasin Post, Dinamika Berita/Kalimantan Pos, Surya, Jawa Pos, dan lain-lain. Dia juga sering menulis cerita anak-anak dan cerita lucu yang dimuat di Majalah Ananda Jakarta. Selain menulis artikel, dia juga menulis cerita dan puisi. Bahkan, cerbernya pernah dimuat selama berbulan-bulan di sebuah media massa. Tapi, siapa sangka, dia justru kini malah menggeluti bisnis makanan.

Alipir Budiman, demikian nama pria jebolan matematika FKIP Unlam ini, telah menjatuhkan pilihan berkariernya pada dunia makanan, dan menu Nasi Itik Khas Gambut menjadi andalannya. Kenapa memilih menu khas Gambut?

Ide ini bermula dari seringnya dia melewati daerah Gambut, karena tugasnya sebagai seorang guru matematika di MTsN 2 Gambut. Hampir sepanjang jalan di sekitar Gambut dari pagi hingga malam selalu disesaki dengan orang yang ingin makan nasi itik. Dan, Alipir sendiri termasuk dari para penikmat masakan tersebut. Lantas, muncul ide untuk membuka usaha sejenis di daerah keramaian tersebut

Prospeknya bagus. Lihat saja, hari Minggu dan hari libur Gambut selalu diserbu dengan penikmat nasi itik. Kenapa kita tidak mencoba?” katanya.

Berbekal dengan kemauan keras dan modal pas-pasan, Pak Ali, demikian bapak tiga anak ini biasa dipanggil, mulai membuka usaha nasi itiknya dengan menyewa sebidang tanah kecil di kawasan A. Yani Km 14. “Modal awalnya sebagian dari kantong sendiri, sebagian lagi dari uang tabungan siswa,” kenangnya.

Mula-mula, dagangannya sepi pembeli. Sehari saja tak mampu menghabiskan 5 liter nasi. Sementara warung-warung yang berada di sekitarnya, selalu disesaki dengan pembeli. Namun, berkat ketekunan dan kesabaran Pak Ali dan istrinya, pada bulan ketujuh, di saat mereka hampir kapok berjualan, pelanggan mulai berdatangan. Sekarang, dalam sehari, Warung Barokah (WBG) yang dikelolanya, menghabiskan beras 40 – 70 liter perharinya.


Buka Cabang

Karena ingin terus eksis dalam dunia makanan, tanggal 10 Agustus 2006 yang lalu, Pak Ali membuka cabang di Banjarmasin, yani Nasi Itik Gambut yang berlokasi di Jl. A. Yani Km 3,5 Samping Mesjid Baiturrahim .

Kembali muncul rasa ketar-ketir, jangan-jangan masakannya tidak diterima pasar. Sekadar diketahui, di Banjarmasin, jenis masakan yang disukai masyarakat adalah jenis bakaran, gorengan. Sementara Warung Barokah, andalannya adalah menu masak habang yang menjadi ikon Kota Gambut. Wajar kalau rasa ragu itu muncul.

Kekhawatiran itu ternyata tidak muncul sama sekali, justru harapan untuk tampil lebih baik semakin memberi harapan baru. Warung baru itu ternyata langsung diserbu pembeli, sehingga hari pertama berjualan, karyawannya yang berjumlah 10 orang kalang-kabut untuk menyediakan kebutuhan makanan di warung.

“Ini adalah permulaan yang sungguh membahagiakan. Semua masakan yang kami jual ludes semua diserbu pembeli. Pembeli bahkan sampai antri di luar. Sejak hari itu, kami merasa bahwa warung kami telah langsung diperhitungkan orang sebagai salah satu kompetitor bagi rumah makan yang ada di sekitarnya.” akunya.

Sekarang, kalau pembaca kebetulan lewat di bilangan Jalan A. Yani Km 3,5 Seberang Pangkalan TNI Angkatan Laut, singgahlah ke Warung Nasi Itik Gambut. Soal harga, dijamin masih murah dibanding yang lain. Soal rasa, warung ini juga punya cita rasa khas. Selain nasi itik, juga tersedia menu masak habang yang lain, seperti ayam, haruan, telur, hati, daging, dan dendeng. Juga bila siang hari, ayam dan itik goreng lalapan pun tak kalah lezatnya. Malam hari, sop dan soto itik juga dapat dinikmati.

Dalam sehari, WBG mampu menghabiskan beras 120 – 159 liter. Suatu ukuran yang cukup fantantis bagi sebuah warung kecil.


Obsesi

Sebenarnya ada obsesi lain yang dimiliki Pak Ali dibalik bisnis ini. Dia ingin mengangkat harkat guru di mata masyarakat. Selama ini, katanya, guru identik dengan kehidupan sederhana.Kenaikan gaji yang diusahakan pemerintah tidak mampu mengimbangi harga barang yang melambung tinggi pasca kenaikan BBM. Disaat pemerintah banyak menaruh harapan besar di pundak para guru, disaat itu pula para guru tengah bergulat memperjuangkan hidupnya. Guru yang selalu dilecehkan dalam hal finansial, tetapi selalu dituntut dalam hal prestasi.

Pak Ali ingin membuktikan, bahwa menjadi gurupun tidak halangan untuk mengubah impian menjadi kenyataan. Mau beli mobil, rumah, atau apapun, Insya Allah akan tercapai. Dengan usahanya ini, dia mengharapkan menjadi motivasi bagi guru-guru lain untuk terus memperbaiki ekonominya sendiri tanpa harus bergantung kepada pemerintah.

Dengan melakukan usaha tersebut, setidaknya seorang guru akan berusaha menghapus paradigma dalam masyarakat, bahwa guru identik dengan kehidupan miskin. Seorang guru harus punya rasa percaya diri yang kuat, bisa berjalan dengan kepala tegak tanpa harus merasa malu.

Memang, perlu perjuangan untuk mencapai semua itu. Tapi bila kita mampu memperjuangkannya, itulah kesuksesan kita. Memang, tolok ukur kita bukan pada sisi materi. Tapi, keberhasilan kita mencapai cita-cita itulah sebenarnya kesuksesan yang dimaksud.

Untuk mencapai kesuksesan, guru perlu bangkit dan mengubah ketergantungan terhadap gaji sebagai seorang guru. Kita harus menciptakan pekerjaan lain, dan itu kita harus berani mengambil resiko.

Dan, Alipir sudah membuktikannya. Betul juga. Siapa bilang menjadi guru enggak bisa kaya?


Tidak ada komentar: